Minggu, 11 Oktober 2009

Peranan dan pentingnya bahasa Indonesia dalam konsep ilmiah

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.
Suriasumantri mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya. Selanjutnya disimpulkan bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum berkembang sepesat aspek kultural. Demikian juga, kemampuan berbahasa Indonesia untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat kurang apalagi dalam komunikasi tulisan. Hal ini disebabkan oleh proses pendidikan yang kurang memperlihatkan aspek penalaran dalam pengajaran bahasa.
Ragam bahasa karya tulis ilmiah/akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.
Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan pengartian makna atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. Pembentukan istilah yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang mensyaratkan kecermatan ekspresi. Acapkali orang menciptakan istilah bukan dengan penalaran dan kaidah bahasa melainkan dengan perasaan atau pengalaman saja atau bahkan dengan dasar pendengaran. Istilah hendaknya tidak diciptakan atas dasar telinga saja tetapi yang lebih penting adalah atas dasar apa yang ada di balik telinga. Pembentukan istilah atas dasar telinga dapat saja dilakukan tetapi hasilnya sering tidak mengena atau bahkan menyesatkan. Pengembangan pengetahuan dan bahasa keilmuan sering menjadi terhambat karena orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara kaidah dan makna bahasa keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep dalam pengetahuan tertentu juga ikut keliru (walaupun tidak disadari). Kesalahan semacam ini terjadi di bidang akuntansi misalnya penggunaan istilah beban untuk expense. Kemajuan bahasa Indonesia dewasa ini sebenarnya cukup menggembirakan dan menjanjikan. Kata-kata baru (yang mula-mula dianggap asing) mulai muncul dan beberapa kata menjadi berterima di masyarakat. Semua kata-kata baru tersebut telah dikembangkan oleh Pusat Pembinaan Bahasa, ahli bahasa, dan pemakai bahasa yang mempunyaikesadaran bahasa atas dasar perekayasaan bahasa (language engineering).
Perekayasaan bahasa telah mampu dan berhasil menciptakan istilah dan kata baru yang sifatnya menambah kosakata dan menambah medan makna yang dapat diungkapkan dalam bahasa Indonesia sehingga suatu pengalaman atau gagasan dapat diungkapkan dengan simbol kata yang tepat. Kata-kata baru tersebut banyak yang sudah berterima baik di kalangan akademik maupun masyarakat umum. Misalnya, kata pelatihan (sebagai padanan training) mulai berterima dan banyak digunakan untuk membedakannya.
Dewasa ini masih banyak kerancuan dan inkonsistensi dalam penentuan padan kata istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh tidak digunakannya kaidah pembentukan istilah dan tidak dipahaminya perangkat kata peristilahan yang dibahas di atas. Istilah sering diciptakan atas dasar kebiasaan atau perasaan atau kaidah bahasa sederhana yang sebenarnya tersedia untuk diacu. Sayangnya di Indonesia, kata yang salah banyak yang menjadi popular dan kemudian dianggap benar seperti kata rebonding yang seharusnya rebounding. Demikian juga, kata photo copy sudah begitu terkenalnya di mata masyarakat padahal seharusnya ditulis photocopy (serangkai). Lebih parah lagi, makna fully-pressed body ditulis secara salah menjadi full pressed body; fully air-conditioned room ditulis full air-condition room atau full AC room. Lebih memprihatinkan lagi, photo copy yang salah kaprah kemudian diserap secara anarkis menjadi photo kopy, photo copi, foto kopy, foto kopi, fotokopy, photo kopi, foto copy, foto copi, dan bahkan fotho kopi.
(suwardjono:2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar